Pergeseran Paradigma Keberagaman di Era New Normal




PERGESERAN PARADIGMA KEBERAGAMAAN DI ERA NEW NORMAL

Studi Atas Dinamika Spiritualitas Masyarakat Muslim Perkotaan di Indonesia

Penulis:

Raden Cecep Lukman Yasin, Ph.D

Dr. Hj. Rahmawati Baharuddin, MA

Dr. Mohammad Samsul Ulum, MA

Harga:

Rp. 64.000

Pemesanan :

0821 7729 5690 


        Agama sejatinya memang identik dengan kerumunan. Dalam Islam hampir seluruh ritual dianggap lebih afdal jika dilakukan secara berjamaah, terutama dalam ibadah mahdah yang lebih menekankan hubungan batin antara hamba dengan Allah. Himbauan pemerintah untuk menghilangkan crowd ritual karena pandemi Covid-19, hanya dianggap sebagai religious restriction. 

Salah seorang filosof Italia, Giorgio Agamben, menyebutkan bahwa pembatasan oleh negara dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kegiatan agama, adalah kebijakan kalut dan irasional. Religiositas naif ini menjadikan mereka hanya sekedar menjalankan ajaran agama karena sudah menjadi tradisi dan kebiasaan belaka. 

Mereka beranggapan bahwa praktik beragama tidak lagi memerlukan terobosan. Menurut pandangan mereka, kebiasaan beragama tidak boleh lagi dipermasalahkan, diperdebatkan dan didiskusikan. Artinya karakteristik agama sebagai enabler telah dikesampingkan.

Problem dari religiositas yang naif ini adalah kesulitan untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama. Tradisi beragama menjadi taken for granted, tidak bisa lagi dipersoalkan dan dipertanyakan. Pada tingkat tertentu tradisi beragama yang menjadi kebiasaannya akan dipeluk secara emosional. 

Itulah mengapa pada saat terjadi pandemi ini, ada orang yang merasa tidak nyaman meninggalkan salat Jumat, meskipun telah diberi tahu bahwa ada fatwa MUI yang membolehkan salat zuhur di rumah. Dan buku ini, mencoba memotret arah Pergesesan Paradigma Keberagaman Spiritualitas Masyararakat di era ner normal, khususnya masyarakat perkotaan.

Lebih baru Lebih lama